
Beberapa hari yang lalu saya jalan-jalan di sebuah desa Nelayan di kabupaten Jepara yaitu desa Panggung dan Surodadi kecamatan Kedung. Seperti lazimnya desa Nelayan selain kumuh kondisinya kampungnya , nampak berjajar ratusan perahu di sepanjang sungai sampai dengan pinggir pantai . Pada waktu itu keadaan laut sedang ombak dan sepi ikan , sehingga hampir semua nelayan tidak melaut karena jika dipaksakan hasilnya akan nol besar dan nyawapun akan terancam hilang karena ombak besar yang terus mengancam. Praktis semua nelayan di rumah dan kegiatannyapun hanya diisi dengan ngobrol-ngobrol di warung, bercanda ria dengan keluarga, ada juga yang menaikkan perahunya untuk diperbaiki.
Tiba-tiba dari corong sebuah musholla kedengaran pengumuman “ Sederek-sederek sedaya kulo suwun dateng wonten pesisir , amargi perahinupun bapak Basori badhe dipun unggahken wonten pesisir . Monggo-monggo kula suwun kerawuhanipun”. Yang jika dibahasa Indonesiakan maksudnya “ Saudara-saudara semuanya kami harapkan kedatangannya ke pantai , karena perahunya bapak Basori akan dinaikkan ke pantai untuk diperbaiki ,mari-mari kami harapkan kehadirannya “. Setelah 20 menit dari pengumuman tersebut, datanglah beberapa orang ke pantai dengan membawa tali besar dan panjang menuju sebuah perahu yang akan dinaikkan. Salah seorang kemudian mengikatkan tali besar itu ke perahu , yang lainnya berjajar disepanjang tali besar yang digunakan untuk menarik perahu. Setelah semuanya siapa salah seorang mengomando dengan hitungan , satu, dua, tiiigaaa beberapa kali dengan tarikan yang cukup kuat . Tidak ada 10 menit perahu itupun naik ke darat yang selanjutnya di tata untuk persiapan perbaikan perahu oleh tukang yang ahli. Setelah selesai penaikan perahu tersebut para nelayan itupun kembali pulang ke rumah masing-masing tinggal nelayan yang memiliki perahu itu menata kembali posisi perahu agar mudah diperbaiki.
Tradisi gotong royong menaikkan dan menurunkan perahu ini menurut beberapa nelayan sudah ada sejak nenek moyang dahulu . Dahulu sebelum ada corong atau pengeras suara biasanya pengumuman itu dari mulut ke mulut. Bila ada nelayan yang akan menaikkan dan menurunkan perahu maka tetangga satu memberitahukan pada tetangga lain berita itu . Sehingga pada waktu yang dibutuhkan tenaga nelayan itu telah siap untuk bekerja. Karena merupakan tradisi maka acara menaikkan dan menurunkan perahu itu tanpa biaya atau gratis . Namun beberapa tahun yang lalu tradisi naik dan turun perahu ini tidak gratis lagi , yaitu ditarik uang jasa sebesar Rp 25.000,- dan uang tersebut dimasukkan dalam Kas Masjid Desa yang selanjutnya untuk kebutuhan operasional tempat ibadah itu . Jika dalam satu tahun ada 100 perahu yang dinaikkan atau diturunkan maka Masjid mendapatkan pemasukan sebesar Rp 2.500.000,. Jumlah pemasukan yang cukup lumayan untuk ukuran masyarakat desa .(Fatkh.M)
0 Response to "Gotong Royong Naik Turun Perahu Ala Nelayan Jepara"
Post a Comment