Wajar bis yang saya tumpangi itu bertarif ekonomi yang ongkos lebih murah dibandingkan bis travel, carteran ataupun Patas. Sehingga penumpangnyapun beragam , dari mahasiswa, pelajar, pekerja bangunan , sampai dengan polisi dan tentara yang ikut nimbrung di dalamya. Namun bagi saya naik bis ekonomi lebih menyenangkan dibandingkan dengan naik bis jenis Patas mengapa begitu. Sebagai orang yang senang menulis apapun dan kapanpun dengan naik bis ekonomi saya dapat melihat, mendengar dan mengetahui tentang situasi dalam bis yang setiap waktu berubah –ubah. Baik jumlah penumpangnya yang selalu bertambah atau berkurang serta situasi di dalam bis yang menyenangkan ataupun kurang menyenangkan , bahkan ada pula yang menjengkelkan.
Berbeda dengan naik bis Patas yang juga pernah saya alami , setelah naik dari terminal Kudus saya duduk dikursi yang longgar dengan jumlah penumpang yang terbatas hawanyapun juga sejuk karena ada AC . Penumpang yang naik rata-rata pakaian atau dandananya parlente menunjukkan mereka dari golongan menengah ke atas, yang rata-rata mereka itu para pengusaha , karyawan swasta atau mahasiswa dari golongan menengah keatas. Suasana di dalam bis patas inipun berbeda jauh dengan bis ekonomi , sesama penumpang kelihatannya mereka cuek dengan keperluannya sendiri-sendiri . Sehingga naik bis patas bagi saya miskin ide uintuk penulisan , sehingga jika tidak terpaksa betul saya tidak memanfaat jasa bis patas ini.
Balik ke naik bis umum , meskipun dengan kondisi bis tanpa AC yang pendinginannya hanya mengandalkan udara dari luar saya lebih enjoy dan menikmatinya karena suasana dalam bis sungguh sangat merakyat. Selain penumpangnya beragam yang setiap waktu turun naik dengan berganti wajah sehingga tidak membosankan. Juga dalam waktu-waktu tertentu kita dapat menyaksikan pemandangan dari atas bis suasana pasar, terminal ataupun tempat pemberhentian penumpang yang tidak dapat kita saksikan jika kita naik bis patas . Bagi sebagian orang hal ini sungguh tidak menyenangkan , namun bagi saya suasana semacam itu menjadi hal yang menarik untuk di tulis atau ceritakan.
Memang naik bis ekonomi bagi golongan menengah keatas sesuatu hal yang kurang mengenakkan , karena baru saja duduk sudah dihampiri pedagang asongan yang menawarkan entah makanan atau minuman dengan setengah memaksa. Ditengah perjalanan dan sedang enak-enaknya ngantuk atau ketiduran , tiba-tiba dikejutkan dengan suara hiruk pikuknya orang yang yang naik atau turun karena tujuannya sudak sampai atau menuju kota lain untuk satu tujuan. Bahkan pula diganggu oleh beberapa pengamen jalanan, anak jalanan bahkan pengemis jalanan , Namun bagi penumpang yang terbiasa seperti saya ini hal tersebut merupakan kesenangan tersendiri yang tidak didapatkan jika naik patas atau kendaraan lain. Dengan naik bis umum ekonomi kita dapat saling berbagi dengan yang lainnya.
Dari pantauan yang saya lihat dan perhatikan selama menjadi penumpang bis ekonomi antar kota antar propinsi (AKAP) , bagi sebagian orang bis ekonomi ini menjadi satu lahan untuk mencari nafkah sehari-harinya. Dengan jumlah bus ratusan yang setiap hari hilir mudik melayani penumpang melewati puluhan kota didalamnya membawa ratusan orang pencari nafkah , seperti pengamen , pedagang asongan, pengemis dan juga pencari dana social untuk berbagai keperluan . Bagi penumpang bis ekonomi yang setiap hari menggunakan jasa ini , hal tersebut menjadi pemandangan yang lumrah yang tidak mengganggu perjalanan mereka . Justru kehadiran mereka para pekerja informal ini menjadi hiburan tersendiri bagi mereka.
Terus terang saya sebagai pengguna jasa angkutan bis umum ini merasa enjoy aja terhadap kehadiran mereka di bis , oleh karena itu sebelum naik bis saya sempatkan untuk tukar uang receh pada pedagang asongan di terminal atau sengaja mempersiapkan dari rumah. Untuk pengamen misalnya mereka yang mencari nafkah dalam bis ini tidak hanya sekedar bisa menyanyi atau bermain music saja namun benar-benar professional dalam bernyanyi dan memainkan alat music . Selain permainan musiknya yang cukup menghibur , juga syair-syair yang dilantunkan dapat dirasakan sebagai ungkapan batin orang kecil yang terpinggirkan yang mungkin karanganmya sendiri. Sehingga hal tersebut dapat menghibur bagi penumpang yang mendengarkan dan sekaligus beriba hati dengan memberikan sedikit uang recehan seusai mereka bernyanyi.
Pengamen –pengamen professional ini sering saya jumpai di perjalanan memasuki kota Lasem sampai dengan kota Rembang. Dalam menyajikan lagu mereka biasanya berombongan tiga orang dengan menggunakan alat music gitar , bas dan ketipung yang cukup sederhana. Dengan bahasa yang sopan dia memohon kesediaan dan permintaan maaf para penumpang karena mengganggu perjalanan mereka . Setelah itu merekapun bernyanyi dengan lagu yang cukup populer saat itu , sehingga mampu menghibur para penumpang yang sedang terkantuk-kantuk atau terjaga. Setelah menyanyi 2 atau 3 lagu lagu terakhir biasanya lagu karangannya sendiri yang jika didengarkan realistis dengan carut marutnya negara ini , misalnya korupsi, pendidikan mahal sampai dengan biaya rumah sakit yang menggila . Itu semua diutarakan oleh pengamen jalanan yang sehari-harinya naik dan turun bis ekonomi sambil memberikan amplop kecil pada penumpang untuk diisi uang receh yang nantinya digunakan untuk menyambung hidup mereka sehari-harinya.
Andai kata ada produser rekaman yang mendengar melihat kiprah mereka para pengamen jalanan khusus antara Lasem – Rembang ini mungkin salah satu dari mereka itu ada yang menjadi penyanyi atau grup music terkenal kelak. Namun sayang pendengar mereka hanyalah orang biasa yang sehari-harinya menggunakan jasa bis ekonomi yang tidak mempunyai kebijakan apa-apa untuk mereka. Lain halnya jika pengamen jalanan itu ngamen diatas bis patas atau eksekutif yang pendengarnya mungkin salah seorang produser rekaman, pengusaha atau pejabat yang mampu merubah nasib mereka dari bermain music di jalan raya berpindah tempat ke gedung atau studio televisi . Apakah yang saya utarakan ini dapat menjadi kenyataan ? ini sebuah pertanyaan yang selalu mengganggu pikiran saya jika kebetulan melihat dan mendengar mereka bermain music diatas bis umum.
Bagi pedagang asongan bis umum ekonomi antar kota antar propinsi ini juga sebagai ajang perburuan nafkah bagi mereka . Di pemberhentian bis seperti terminal, pasar , perempatan dengan lampu merah meraka dengan sigapnya turun naik menjajakan dagangannya berupa makanan kecil atau minuman ringan . Tanpa memperdulikan lajunya kendaraan atau lalu lalangnya lalu lintas jalan raya dia tak henti-hentinya menawarkan dagangan yang dibawanya demi beberapa ribu rupiah keuntungan mereka setiap harinya untuk menyambung hidup keluarganya . Kadang saya merasa kasihan dengan kehidupan mereka yang cukup keras itu , oleh karena entah karena kasihan atau memang membutuhkan makanan atau minuman akhirnya saya mengeluarkan beberapa lembar uang ribuan untuk membeli dagangan mereka. Sikap saya itupun kadang kala juga ditiru oleh penumpang lainnya , dan semua telah mahfum bahwa mengasong di bis tidak ada larangan sehingga crew bispun membiarkannya begitu saja.
Di tempat-tempat tertentu kadang kala bis umum inipun digunakan orang sebagai ajang untuk mencari sumbangan untuk kepentingan social seperti pembangunan masjid, musholla , madrasah atau yang lainnya. Modusnya si peminta sumbangan terlebih dahulu memohon maaf seraya mengutarakan tujuannya yaitu meminta sumbangan untuk pembangunan masjid anu dengan penutup mendoakan supaya penumpang selamat sampai tujuan. Setelah itu barulah kotak sumbangan itu di edarkan dari kursi depan sampai dengan kursi belakang. Respon penumpangpun bermacam-macam , ada yang cuek pura-pura tidak tahu, ada yang merogoh kantong atau dompetnya dan mengisi kotak tersebut , ada pula yang membiarkan kotak berjalan begitu saja. Dengan kehadiran para pencari sumbangan ini para awak bis pun sepertinya telah terbiasa sehingga dalam satu perjalanan panjang pernah saya mendapati 2 -3 orang pencari sumbangan dari tempat yang berbeda . Bagi penumpang bispun kelihatannya juga tidak ada masalah yang penting dalam meminta sumbangan tersebut tidak ada unsur pemaksaan.
Bagi pembaca yang telah terbiasa melakukan perjalanan panjang dengan menggunakan bis umume konomi “ Curhat “ saya ini mungkin hal yang biasa dan mudah untuk mengatasinya . Namun bagi yang belum pernah melakukan perjalanan dengan bis umum ini merupakan pengalaman baru , lalu bagaimana solusinya agar perjalanan kita aman , nyaman dan lancar, solusinya mudah saja sediakan uang recehan Rp 500 – Rp 1.000,- di kantong anda . Semakin panjang perjalanan anda semakin banyak uang receh yang anda bawa. Awal bulan april kemarin pernah saya coba menghitung berapa jumlah pengamen, peminta sumbangan dan pengemis yang saya temui dalam perjalanan dari kota Babat Lamongan sampai dengan Kudus ada sekitar 10 orang . Mereka itu naik turun dari berbagai tempat sepanjang perjalanan kurang lebih 7 jam. Bila rata-rata setiap orang saya beri uang 1.000 rupiah saja , maka uang recehan yang saya siapkan minimal 10.000 rupiah. Sedangkan untuk membeli makanan atau minuman dari pengasong itu tergantung kebutuhan anda sendiri. Itulah cara yang mudah agar perjalanan anda nyaman dan mengasyikkan , selain itu hitung-hitung kita berbagi dengan sesama yang jarang kita lakukan bila tidak dalam perjalanan. Selamat Mencobanya.
0 Response to "Naik Bis Umum Ekonomi , Bawalah Uang Receh Secukupnya"
Post a Comment