"Mari Berdayakan Masyarakat Demak Untuk Meningkatkan Kesejahteraan

"Mari Berdayakan Masyarakat  Demak Untuk Meningkatkan Kesejahteraan

Muthoifin: Orang Desa Calon Doktor

Tulisan Sahabatku Achsin ( Kompasianer )

Orang miskin dilarang sekolah. Pepatah itu coba dipatahkan Muthoifin, pemuda dari desa Kedungmutih Demak. Walaupun dari kalangan keluarga sederhana, Thoifin—begitu ia disapa bercita-cita meraih pendidikan tinggi dengan gelar doktor bahkan profesor.

Sebenarnya saya sudah lama mengenal Thoifin sewaktu belajar bahasa arab di Ma’had Abu Bakar Assidiq Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Lembaga pendidikan ini memberikan pendidikan gratis bagi siswanya. Saat itu Thoifin kakak kelas saya.

Beredar kabar di alumni Ma’had Abu Bakar Assidiq UMS, Thoifin satu-satunya alumni yang akan meraih gelar doktor. Bahkan para ustadz yang mengajarnya pun belum ada yang mencapai gelar itu.

Mungkin sudah sekitar enam tahun, saya dan Thoifin sudah tidak berkomunikasi. Tapi berkat facebook, saya bisa ditemukan kembali dengan Thoifin. Secara tidak sengaja sahabat Thoifin bernama Nasik El Baidhowi membaca tulisan saya di Kompasiana yang berjudul “Kenangan Bersama KH Ma’ruf Irsyad.” Kemudian ia mencari di facebook (FB) nama saya.
Muthoifin putra Kedungmutih yang sederhana

Saya dan Nasik berkomunikasi melalui FB dan menanyakan nomor HP Thoifin. Nasik pun member nomor HP Thoifin. Saya pun mengirim pesan pendek (SMS) ke Thoifin menanyakan tempat tinggalnya. Ia pun menjawab tinggalnya di Depok dan merasa kaget bisa ketemu teman lama.


Akhirnya, saya mengajak pertemuan di rumah kontrakannya di Depok pada 8 Agustus 2010. Kebetulan pertemuan itu, hari libur dan bisa berolah raga sebentar di UI Depok.

Pagi itu (8/08/2010) sekitar pukul 06.30 nampak Thoifin bersama anak kecil berlari-lari kecil sambil melihat kanan kiri. Saya langsung menyapanya.
“Assalamu’alikum bos, Gimana kabarnya?”
“Wa’alaikum Salam. Baik Sin”

Kami pun menuju rumah kontrakannya di Depok. Kebetulan tempat tinggalnya dekat dengan DR Adian Husaini dan DR Muslih Abdul Karim pengasuh Pondok Pesantren Darul Quran.

Sekitar pukul 08.30, saya nyampai di kontrakan Thoifin. Saat datang, istri dan anak perempuannya sudah menyambutnya. Boleh di bilang rumah yang ditempatinya sangat sederhana, tidak ada televisi hanya tumpukan kitab, buku maupun komputer.

Saya pun ingin tahu perjalanan hidupnya sampai bisa menjadi calon doktor ini, padahal umurnya baru menginjak 30 tahun. Kerja keras dan patang menyerah serta doa, itulah salah satu resep dari yang diutarakan Thoifin.

Pria kelahiran 6 September 1980 ini dari keluarga petani tambak. Seperti kebanyakan warga di Kedungmutih Demak yang menjadi yang jadi petani tambak ataupun bekerja di luar negeri seperti Saudi Arabia atau Malaysia.

Begitu juga di keluarga Thoifin, kakak-kakaknya bekerja di Saudi dan Malaysia. Ia anak delapan dari sepuluh bersaudara. Saat baru lulus dari Madrasah Aliyah Ribhul Ulum tahun 1999, pikirannya hanya bekerja. Tapi sebelumnya pihak sekolahnya sudah memberikan pengumuman ada pendidikan bahasa arab di Sayung Demak.

Setelah lulus dari aliyah, Thoifin mencoba mencari keberuntungan ke Jakarta. Ia pun bekerja di perusahaan mebel, tapi pria yang hobi membaca ini hanya bertahan setahun dan kembali ke Demak.

Dari uang yang didapat dari bekerja di Jakarta, ia mencoba mendaftar di Institut Islam Nahdhatul Ulama (Inisnu) di Jepara. Tapi ia cuma bertahan sampai satu semester, padahal sudah membayar uang kuliah dan mendapat jaket almamater.

Kemudian ia ke Tuban menemui temannya yang mondok dan mencari tempat pondok pesantren yang sekiranya bagus. Tapi ia tidak tertarik. Dengan modal uang yang pas-pasan ia kembali ke Demak.

Saat naik bis, kondektur bis menanyakan karcis yang dimiliki Thoifin, tapi dengan lugunya ia menjawab uangnya tidak mencukupi untuk membayar. Melihat wajahnya yang terlihat memelas, kondektur bus itu membiarkan saja.

Proses pencarian ilmu bukan hanya di sini saja. Ia pun teringat dengan pengumuman di sekolahnya bahwa di Sayung Demak ada kursus bahasa arab. Pada 2000 Ia pun berangkat ke tempat itu, padahal ia tidak tahu tempat lokasinya.

Untuk mencari lokasi itu, ia harus berjalan sejauh sekitar lima kilometer dan bertanya dengan beberapa orang. Ia mendatangi kantor NU, tapi tidak ada jawaban. Dan jawaban itu ia dapat dari kantor Muhammadiyah.

Ia berhasil menemukan tempat kursus bahasa arab itu, tapi harus membayar Rp 40.000 perbulan. Kebetulan kursus tersebut masih kekurangan tenaga tata usaha (TU). Thoifin pun mengajukan diri sebagai tenaga TU dan diterima. Dari bekerja sebagai TU, ia mendapat gaji Rp 90.000 perbulan. Jadi setiap bulan, ia hanya mengantongi Rp 50.000.



Uang sebesar Rp 50.000 perbulan pada tahun 2000 bisa buat apa, padahal kondisi ekonomi Indonesia saat itu tidak stabil, harga semua kebutuhan sangat mahal. Tapi berkat keprihatinan yang dilakukan Thoifin, uang tersebut bisa tercukupi. “Waktu itu setiap hari saya makan dengan tahu tempe,” ungkapnya. Bahkan untuk pulang ke kampungnya ia harus naik truk karena gratis.

Di kursus itu, Thoifin benar-benar mendapat kebahagian dengan mendapat berbagai ilmu dan motivasi untuk mencari ilmu. Entah sebuah kebetulan, pengajar di kursus itu memberitahukan bahwa di Surakarta ada pendidikan bahasa arab gratis tepatnya di Ma’had Abu Bakar Assidiq UMS.

****
    Dengan Keluarga yang bersahaja
Mendengar informasi ini, Thoifin langsung ke Surakarta. Bekal uang yang dimiliki masih pas-pasan. Padahal ia tidak mengetahui di mana keberadaan Ma’had Abu Bakar Assidiq UMS, tapi ia hanya diberitahu turun di kampus UMS Pabelan.

Sebagai anak desa, ia pun masih ada rasa takut kalau tidak sampai di tempat tujuan. Ia beberapa kali meminta kondektur untuk memberitahukan kalau sudah sampai di kampus UMS Pabelan.

Ternyata kondekturnya baik hati. Thoifin diturunkan tepat di depan kampus UMS Pabelan. Ia pun masih bingung mencari lokasi Ma’had Abu Bakar Assidiq UMS. Ia bertanya pada mahasiswa yang melintas di depannya. Akhirnya Ia masuk kampus dan bertanya sama Satpam dan diberitahu tempatnya di belakang fakultas Farmasi.

Karena kampus yang cukup luas, ia masih bingung mencari lokasinya. Ia menanyakan lokasi fakultas Farmasi setiap mahasiswa yang ia temui. Tak kurang lima menit ia menemui masjid dan bangunan baru tertulis Ma’had Abu Bakar Assidiq UMS.

Walaupun Thoifin sebagai mahasiswa angkatan pertama tapi harus melalui tes. Untuk menunggu tes, ia tidak mesti pulang karena akan menambah biaya. Ia pun mencari masjid yang bisa dibuat untuk menginap sementara. Usaha ini pun berhasil. Ia menginap di salah satu masjid dekat Ma’had tersebut.

Ia sangat optimis bisa lolos di Ma’had itu. Bekal kursus bahasa arab dari Sayung Demak sangat membantu mengerjakan soal-soal tes. Dan di pengumuman hasil ujian Ma’had Abu Bakar Assidiq UMS tertulis nama Muthoifin.

Mulai tahun 2002, ia mendapat status mahasiswa Ma’had Abu Bakar Assidiq. Ia sangat bersyukur dan tidak menyangka dapat kuliah gratis di lembaga pendidikan yang cukup bagus.

Tiga tahun ia menempuh mendidikan di lembaga ini. Kemudian ia melanjutkan ke UMS ambil jurusan Syariah Islamiyah dan diselesaikan dalam waktu 1,5 tahun. Memang ada kebijakan khusus antara Ma’had Abu Bakar Assidiq dengan UMS. Jika alumni alumni Ma’had Abu Bakar Assidiq mau melanjutkan ke UMS tinggal ambil beberapa SKS, karena selesai kuliah di Ma’had dianggap sudah menyelesaikan 7 semester.

Saat mau mendaftar di UMS, Thoifin tidak mempunyai uang, terpaksa harus pinjam sama salah satu pegawai UMS yang jadi murid ngajinya. “Kalau tidak salah saya pinjam Rp 1,5 juta,” ungkap Thoifin.

***
Saat kuliah di UMS nilainya pun bagus. Ia mendengar kalau Djarum memberikan beasiswa. Ia mencoba keberuntungan untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Akhirnya ia berhasil menyisihkan ratusan pendaftar beasiswa Djarum. Jadi selama kuliah di UMS biaya kuliahnya ditopang Djarum.

Ia pun menjadi wisudawan terbaik fakultas agama Islam UMS. Dan kedua orang tuanya meneteskan air mata melihat anaknya berhasil menyelesaikan sarjana dengan nilai terbaik.

Setelah dari UMS, pihak Muhammadiyah menugaskan untuk berdakwah di Banyuwangi. Di sela-sela berdakwah ia menjadi guru di SMP Muhammadiyah Banyuwangi. Selain itu, ia menjadi koordinator mubaligh di daerah tapal kuda (Probolinggo, Sitobondo, Jember, dan Bondowoso).

Thoifin makin haus akan ilmu. Ia berfikir untuk mendapatkan beasiswa kuliah pasca sarjana. Ia pun mengajukan beasiswa ke Pemda Banyuwangi. Ternyata keberuntungan di pihak Thoifin. Pihak Pemda Banyuwangi menanggung sepenuhnya kuliah pasca sarjana Thoifin di Universitas Sunan Giri. Ia pun mengambil jurusan Hukum Islam.

Di sela-sela kesibukannya berdakwah, ia mempersunting putri Solo yang menjadi dambaannya sewaktu kuliah di Surakarta. Kebetulan istrinya anak seorang ustadz terpandang yang kebetulan ayahnya alumni Universitas Ummul Qurra Mekah Saudi Arabia.

Thoifin pun memboyong istri ke Banyuwangi. Dan kebahagian keluarga mereka bertambah dengan kehadiran anak-anak yang lucu-lucu: satu anak cowok dan cewek.

Ia pun dapat menyelesaikan kuliah pasca sarjana dengan tepat waktu. Ia pun sangat bersyukur dan tidak menyangka anak desa dari kalangan sederhana dapat menyelesaikan menyandang gelar master.

Rasa syukur diwujudkan Thoifin dengan giat dalam berdakwah maupun menimba ilmu dan mencari informasi beasiswa. Suatu ketika ia mendapat kabar dari Dewan Dakwah Dakwah Islam Indonesia (DDII) yang memberikan beasiswa S3 jurusan pemikiran Islam di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.

Lagi-lagi, ia mencoba mengikuti ujian masuk calon doktor di Universitas Ibnu Khaldun Bogor. Tanpa disangka, ia lolos dan berhak menyandang mahasiswa calon doktor.

Selain sebagai mahasiswa calon doktor, ia pun masih aktif berdakwah dan sebagai koordinator anti pemurtadan wilayah Jabodetabek di DDII. Ia juga mengurusi perang pemikiran terutama dari kalangan liberal yang mencoba merubah cara pandang Islam yang sebenarnya.

Akhirnya saya sebagai sahabat dan kawan mengucapkan buat Thoifin, semoga cita-cita yang diharapkan dapat diraihnya. Semoga.
Salam Kompasiana…

0 Response to "Muthoifin: Orang Desa Calon Doktor"

Post a Comment

"BLOGNYA WARGA DEMAK DAN SEKITARNYA "
Bagi pembaca yang ingin berbagi informasi dapat mengirim tulisan apa saja artikel, Berita, Foto dan apa saja yang bermanfaat ke Email : pakardans94[at]gmail.com, Dan jika anda mempunyai informasi yang perlu diliput dapat menghubungi Redaksi Phone:
085 290 238 476
Bagi anda yang mempunyai usaha apa saja yang ingin dipublikasan via media internet dan menghubungi Redaksi
Bila anda peduli dengan kemajuan blog ini dapat berbagi dengan kami
Donasi bisa dikirimkan via pengelola blog :
Nama : FATKUL MUIN
Bank : BRI UNIT PECANGAAN KULON JEPARA
NO REK : 5895-01-000092-53-8
" Marilah Kita Bersama Berdayakan Warga Demak Agar di Kenal Di Dunia "