Demak - Saat ini nelayan diberbagai tempat galau karena alat tangkap
ikan yang dioperasikan dilarang oleh Pemerintah. Namun demikian bagi Muhlisin
(37) nelayan asal desa Kedungmutih kecamatan Wedung larangan itu tidak
menggalaukan pikirannya. Pasalnya saat ini ia mengoperasikan alat jebak
rajungan dan juga jaring rajungan. Alat ini ramah lingkungan dan iapun enggan
beralih ke yang lainnya
“ Sejak dulu saya hanya mengoperasikan dua alat
ini mas. Satu alat jebak rajungan seperti ini dan yang satunya adalah jaring
khusus untuk menangkap kepiting dan rajungan”, aku Muhlisin di rumahnya RT 02
RW 02 pada kabarseputarmuria.com
.
Sore itu di depan
rumahnya tampak onggokan alat jebak rajungan yang terbuat dari jaring dan besi.
Alat alat jebak itu baru diperbaiki hari itu setelah lama tak terpakai karena
musim ombak. Satu persatu alat jebak kepiting itu ia teliti dan perbaiki jika
ada yang rusak. Beberapa diantaranya jaringnya ada yang sobek , iapun kemudian
memperbaikinya.
“ Rata-rata setiap
nelayan minimal harus mempunyai 200 alat ini kalau yang baru harganya Rp 15
ribu – Rp 20 ribu. Kalau bisa merawat alat ini bisa dipakai 2-3 tahun . Kalau
tidak dirawat paling 1 tahun sudah minta ganti “, papar Muhlisin.
Alat jebak
kepiting ini agar bisa dipakai berkali-kali harus di rawat. Jika musim hujan
tiba alat ini harus di beri oli bekas sebelum disimpan. Penyimpanan juga
ditempat yang kering. Yang terpenting harus jauh dari tikus dan binatang
mengerat lainnya.
Menurut Muhlisin
biaya operasional nelayan dengan alat jebak ini cukup ekonomis. Sehari melaut
solar yang dibutuhkan paling banyak 3 liter. Biaya untuk miyang sehari tidak lebih
Rp 50 ribu. Dalam kondisi sesulit apapun nelayan dengan alat jebak ini bisa
terus melaut.
Dari
penghasilannya meskipun tidak sebesar dengan alat arad atau trawl. Namun
nelayan alat jebak kepiting ini cukup lumayan. Meskipun sehari hanya
mendapatkan 1-2 kg rajungan tetapi hasilnya masih bisa untuk meghidupi
keluarganya. Apalagi jika harga rajungan bagus hasilnya lebih banyak lagi.
“ Saya pernah
sehari dapat 20 Kg rajungan harga pada waktu itu 70 ribuan. Ketika saya jual
hampir satu setengah juta rupiah. Sehingga hasil sehari bisa untuk kebutuhan
harian 10 harian “, kata Muhlisin.
Harga rajungan
saat ini menurut Muhlisin ada penurunan. Dulu harga rajungan perkilonya 60 ribu
– 70 ribu , kini turun 40 -50 ribu. Namun demikian ia berharap harga tersebut bisa stabil atau ada kenaikan. Apalagi setelah
ada aturan yang boleh ditangkap minimal 8 cm.
“ Dengan adanya
aturan itu kita harus memilih yang sesuai dengan aturan harus besar. Jika
tertangkap kecil ya dikembalikan dilaut atau di bawa pulang dimakan di rumah”,
katanya lagi.
Selama menjadi
nelayan penangkap rajungan ini Muhlisin mengaku tidak pernah mendapat bantuan
dari pemerintah. Padahal ia sangat membutuhkan bantuan berupa alat jebak dan
juga jaring untuk menangkap kepiting. Alat yang digunakannya saat ini banyak
yang harus diganti.
Agar alat jebak
maupun jaringnya bagus setidaknya ia harus menyediakan dana Rp 3 – 4 rupiah. Jika tidak ada dana iapun nyicil
membeli alat jebak atau jaring sekuatnya. Untuk alat jebak setahunia beli
paling 50 buah . Sedangkan jaring ia mengganti yang rusan 5 tinting.
“ Saya sih sudah
punya kelompok , namun tidak tahu caranya minta bantuan ke mana . jadi ya
terpaksa menggunakan alat seadanya seperti ini “, kata Muhlisin menutup sua. (Muin)
0 Response to " Muhlisin , Puluhan Tahun menangkap Rajungan Alatnya Ramah Lingkungan"
Post a Comment