![]() |
tarhim lewat Toa Masjid |
Demak - Suasana puasa di desa dan di kota tidaklah sama , ini berkaitan dengan tradisi membangunkan orang sahur. kalau di desa masih ada tradisi lama dengan memperdengarkan tarhiman lewat speaker dari Masjid . Namun di kota saat ini tradisi itu mulai luntur . Seperti halnya mas Eng Misbah yang beberapa hari ini merasakan suasana malam di Jakarta. ia menuliskan pengalaman suasana malam di Jakarta di bawah ini
Puasa kali ini saya banyak di Jakarta. Tinggal di wilayah selatan dan dekat dengan masjid.
Hal yang sama di Jepara, saya tinggal dekat dengan masjid. Saya sangat menyukai tinggal dekat masjid. Suasana tenang muncul di sana.
Ketika puasa tiba, sebelum buka dan saur akan terdengar tarkhim dari masjid. Dimulai jam 3 dinihari dengan murottal Quran sampai setengah jam. Jam 3.30 dilanjut tarkhim.
Kami sangat terbantu sekali dengan adanya tarkhim, kami mengetahui tiap menit menuju waktu imsak.
Oh ya, ketika kecil, rumahku di desa mepet dengan musholla. Berjajar dalam pekarangan yang sama. Setiap mau magrib, waktu untuk berbuka, banyak sekali makanan besar, yang kita sebut bukonan yang telah disediakan. Kita makan besar secara bersama-sama.
Sebelum berbuka ada pengajian dulu, baik ceramah atau pun pengajian kitab kuning. Setelah masuk waktu berbuka, maka kita bersama-sama makan bukonan itu.
Beberapa warga, bahkan sebagian besar yang hendak melaksanakan puasa telah difasiltasi dengan adanya tarkhim. Ini sudah dilakukan sejak dahulu kala.
Kali ini beda, di Jakarta tempat tinggalku sementara, masjid yang ada di sekitarku cara mengingatkan/membangunkan orang puasa itu unik. Ketika masuk pukul 3.40 maka akan ada pengumuman yang keluar dari toa masjid.
"Sahur...sahur...sahur..." kata takmir masjid dg suara berat
"Sekarang pukul 3.30 menit" Lanjutnya
"Sahur...sahur...sahur...Imsak pulul 4.30 menit."
"Sahur...sahur...sahur...Subuh pukul 4.40 menit." Pungkasnya
Pengumuman itu cuma sekali. Habis itu tidak ada pemberitahuan lagi.
Ketika sholat subuh berjamaah di masjid, aku bertanya sama salah satu penduduknya. Kenapa tidak ada tarkhim? Khan lebih berfaedah tarkhim dibanding pengumuman begitu. Dg tarkhim kita bisa tahu perdetik posisi imsak.
Jawabnya membuat aku terbungkam. Dulu, ada tarkhim, tapi sekarang diganti pengumuman begitu saja. Untuk menghormati orang lain.
Aku nggak bertanya lebih lanjut, orang lain itu siapa? Sebagian besar warga negara melakukan ibadah puasa, harusnya difasilitasi dengan dengan baik. Kok malah tradisi baik jadi hilang.
Aku amati jamaah subuh masjid tersebut pun penuh, baik yang laki2 dan wanitanya. Baik dari orang tua, pemudanya maupun anak2nya. Sampai subuh hari ini pun akun melihat beberapa orang2 tua sepuh ikut berjamaah subuh.
Artinya, sebagian besar orang itu mengalah untuk orang lain.
Oh ya, ketika kuliah dulu saya juga tinggal dekat gereja. Aku kurang tahu, itu katedral atau apa. Tapi itu gereja terbesarnya. Jika aku berada di atas balkon, maka lonceng gereja itu lurus di hadapanku. Aku bisa melihat jelas. Aku sangat menikmati kalau mereka membunyikan loncengnya. Ada suara syahdu muncul di sana.
Demikian juga, saya sering main dan nginap dikontrakan teman saya ketika kuliah. Disamping kontrakan persis adalah gereja. Posisi rumah kontrakan itu di atas dataran tinggi, sehingga kami bisa melihat ke bawah semua aktifitas gereja.
Hal yang saya kenang dan rindukan sampai sekarang adalah suara lonceng itu.
Istriku sering protes, kenapa suka nyetel lagu laluna itu. Dia sampai sekarang tidak tahu alasannya, karena tidak saya kasih tahu. Tapi, kalau dia baca postinganku ini dia bakal tahu. Aku suoa lagu itu karena ada bunyi lonceng gereja yang lamat-lamat aku dengar.
0 Response to "Di Kota Besar Bacaan Tarhim Itu Semakin Pudar ?"
Post a Comment